Princess Jean Sasson

Download Ebook Princess Jean Sasson


Sinopsis Princess Jean Sasson

Novel setebal 380 halaman karya penulis perempuan asal Amerika, Jean.P Sasson ini bercerita ihwal bagaimana seorang perempuan, berdarah darah biru– tepatnya bergaris kerajaan Arab Saudi, memandang kaum laki-laki menurut akumulatif pengalaman pahit hidupnya. Novel ini sangat sexist dan terasa sekali aura anutan feminis pada tiap lembarnya.

Sultana ialah tokoh rekayasa untuk menutupi nama sang Putri yang pundak-membahu (novel ini ditulis dengan label kisah nyata). Cerita ini berawal dari masa kecil Sultana yang di lahirkan dari rahim seorang Ibu yang mulia bernama Fadila.

Dalam sejarah bangsa Arab yang kelam hingga kini, perempuan tidak ubahnya sebagai budak dan malu. Dari sudut pandang Sultana, laki-laki-pria dari negara makmur dan kaya raya itu tak sanggup memilah mana manusia berjenis kelamin perempuan dan mana budak belian. Ibu, anak wanita, semua sama. Hanya perempuan yang mampu melahirkan anak laki-laki penerus keturunan keluarga saja yang diagung-agungkan (padahal saat Rasulullah mendapati Aisya melahirkan anak wanita, dia, raja segala raja, malahan bergembira hati).

Hal ini bermula pada masa kecil Sultana yang mati-matian merebut kasih sayang Ayahnya, sang Pangeran keturunan Raja Abdul Aziz. Ayah Sultana hanya menyayangi Faruq, kakak laki-lakinya, yang diperlakukan kolam Tuhan alasannya yaitu ialah di puja berlebihan. Sementara Sultana dan sembilan kakak perempuannya hanya sanggup menatap iri pada perbedaan itu. Sultana berjiwa pemberontak dan penuh optimisme. Ibu mereka, meski tak pernah merestui kenakalan dan pemberontakan Sultana, dia juga tak pernah mengekang pikiran liar anaknya.

Sultana berani menentang Ayahnya, meski beroleh tamparan di pipinya. Ia juga berani menentang Faruq, yang kemudian membuatnya di kurung dan kehilangan semua mainannya. Kekesalan Sultana pada Faruq yang egois dan kejam hasilnya membuat Sultana bertindak nekat, masuk ke kamar Faruq dan memindahkan semua koleksi film Porno dan majalah Porno yang di label milik Faruq kebawah tangga Masjid! Akibatnya Faruq terkena problem besar, nyaris di penjara dan aturan cambuk. Beruntung Faruq berasal dari keluarga Raja, sehingga para mutawwa atau penegak agama tidak mengenai hukuman berat pada Faruq. Hanya sanksi wajib lapor sehari lima kali sesuai waktu sholat, ke masjid.

Sudah Sultana berpengalaman buruk akan Ayahnya yang pilih kasih pada Faruq dan merendahkan saudara-saudara wanitanya, Sultana mendapati kenyataan bahwa kakaknya yang tercantik, Sara harus menikah dengan laki-laki berusia enampuluh dua tahun pilihan Ayahnya, sementara Sara belum lewat delapan belas tahun. Pernikahan Sara sudah jelas tak bahagia, sehingga Sara melakukan agresi bunuh diri dengan memasukkan kepalanya kedalam kompor gas. Tapi alhasil nyawa Sara tertolong, namun pernikahannya tidak. Sara di cerai oleh suami tuanya, dan kembali ke istana orang tuanya. Ketertindasan itu berlanjur di waktu-waktu yang akan datang.

Dalam perjalanan menghibur Sara, mereka merencanakan pergi ke Kairo, Venice, Florence dan Roma. Hal yang sangat praktis di lakukan oleh seorang putri keturunan Raja dengan harta berlimpah. Nura, abang Sultana yang lebih tua, mengajak Sara dan Sultana untuk jalan-jalan. Mereka harus seperjalanan dengan Faruq yang mengesalkan serta temannya, Hadi, yang terobsesi menjadi Mutawwa. Di Kairo, Sultana memergoki Hadi dan kakaknya Faruq sedang memperkosa gadis kecil berusia tidak lebih dari delapan tahun! Sara jijik pada kakaknya dan menganggap semua laki-laki ialah Iblis, terutama melihat sikap Hadi dan Faruq yang selalu menghujat perempuan sebagai pelacur namun selalu tak mampu menahan untuk menikmati keindahan tubuh mereka.

Saat Ibu mereka wafat, Sultana semakin menderita. Ia duka alasannya yaitu ialah sang Ayah tetapkan menikahi gadis berusia limabelas tahun, sepupu Sultana. Sultana terpukul dan sempat membenci Randa, ibu tirinya yang seusia dengannya. Namun hal itu tak berlangsung usang lantaran ialah Sultana melihat Randa pucat pasi saat di bawa Ayahnya masuk ke kamar pengantin.

Keharusan-keharusan gadis di Arab, menimbulkan setiap gadis yang sudah menstruasi harus menggunakan abaya dan mengenakan cadar. Begitu seorang perempuan sudah menggunakan cadar, maka ketika itulah ancaman hidup mereka di mulai. Mereka akan di nikahkan dengan laki-laki jahat, bengis, haus seks, dan biasanya jauh lebih bau tanah. Hal yang sangat menjijikkan mengingat di belahan dunia lain masih banyak perempuan yang mampu memilih calon suaminya sendiri. Biasanya komitmen nikah didasarkan oleh relasi bisnis semata, demi kekayaan keluarga.
 
Bersama Randa, dan dua orang sahabat Sultana, Nadia dan Wafa, Sultana membentuk geng yang berusaha mendobrak tradisi perbudakan wanita. Nadia ialah anak pengusaha kaya–hampir sama kaya dengan pangeran-pangeran arab, serta Wafa, anak seorang muttawar. Rupanya Nadia dan Wafa lebih ‘liar’ dari yang dipikirkan Sultana. Nadia dan Wafa mencari pencari cinta dan berani melakukan apa saja selain penetrasi dengan laki-laki-pria bule mereka. Nadia dan Wafa hanya menjaga cadar mereka untuk tidak terbuka, tak peduli mereka bisa telanjang didepan sobat kencannya. Akibat kenekatan itu, Nadia di aturan dengan diikat pada pergelangan tangannya dengan belenggu besi, dan di tenggelamkan di kolam renang milik keluarga. Sementara Wafa lebih beruntung dengan dinikahkan dan dipindahkan ke desa terpencil.

Sultana marah dan kecewa. Kelakuan para sahabatnya di nilai ialah sebagai bentuk pemberontakan akan masa depan yang suram. Sultana berpikir bahwa menyayangi dan menyerahkan kehormatan kepada laki-laki yang bukan suami, sekalipun itu dosa besar dan zina, tetap lebih baik daripada di renggut oleh laki-laki renta yang beristri lima.

Tiba saat Sultana menikah dengan laki-laki berjulukan Karim. Sultana yang keras hati menolak di jodohkan dengan Karim kecuali sanggup melihat sosok si laki-laki terlebih dahulu. Dan sang Ayah sepakat. Di luar kebiasaan tradisi Arab, Sultana sanggup melihat calon suaminya terlebih dahulu, hal yang sangat berbeda yang dialami oleh Ibu dan kakak-kakak wanitanya. Umumnya perempuan Arab menikah dalam tekanan bathin akan kematian dan ketidak bahagiaan, jawaban di jodohkan dengan laki-laki yang lebih bau tanah. Tapi Sultana setuju dengan calon suami yang tampan dan cendekia. Delapan tahun yang senang, di suatu hari Sultana mendapati suaminya ingin menikah lagi. Sultana beranggapan bahwa tidak ada laki-laki keturunan Arab yang melihat perempuan sebagai makhluk mulia. Mereka hanya melihat perempuan sebagai budak seks dan pemberi keturunan. Sudah menikah dan beristri empat pun, seorang laki-laki Arab, terutama keturunan darah biru masih boleh tidur dengan gundik dan pelacur.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel