Ronggeng Dukun Paruk - Ahmad Tohari

Download Ebook Ronggeng Dukun Paruk - Ahmad Tohari


Srintil yaitu gadis Dukuh Paruk. Dukuh Paruk yaitu sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Namun, segenap warganya mempunyai suatu pujian tersendiri karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya. 
Tradisi itu nyaris musnah sehabis terjadi tragedi alam keracunan tempe bongkrek yang mematikan belasan warga Dukuh Paruk sehingga lenyaplah gairah dan semangat kehidupan masyarakat setempat.
Untunglah mereka menemukan kembali semangat kehidupan sesudah gadis cilik pada umur belasan tahun secara alamiah memperlihatkan bakatnya sebagai calon ronggeng ketika bermain-main di tegalan bersama kawan-mitra sebayanya (Rasus, Warta, Darsun). 
Permainan menari itu terlihat oleh kakek Srintil, Sakarya, yang kemudian mereka sadar bahwa cucunya sungguh berbakat menjadi seorang ronggeng. Berbekal keyakinan itulah, Sakarya menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng Kartareja. Dengan impian kelak Srintil menjadi seorang ronggeng yang diakui oleh masyarakat.
Dalam waktu singkat, Srintil pun menunjukan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh Paruk sendiri dan selanjutnya ia pun berstatus gadis pilihan yang menjadi milik masyarakat. Sebagai seorang ronggeng, Srintil harus menjalani serangkaian upacara tradisional yang puncaknya ialah menjalani upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kepada siapa pun lelaki yang bisa mengatakan imbalan paling mahal. Meskipun Srintil sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk menolaknya. 
Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah tradisi, di sisi lain, Rasus merasa menyayangi gadis itu tidak bisa berbuat banyak sesudah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Oleh lantaran itu, Rasus menentukan pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk.
Kepergian Rasus ternyata membekaskan luka yang mendalam di hati Srintil dan kelak besar sekali pengaruhnya terhadap perjalanan hidupnya yang berliku. Rasus yang terluka hatinya menentukan meninggalkan Dukuh Paruk menuju pasar Dawuan, dan kelak dari tempat itulah Rasus mengalami perubahan garis perjalanan hidupnya dari seorang dewasa dusun yang miskin dan buta aksara menjadi seorang prajurit atau tentara yang gagah sesudah terlebih dahulu menjadi tobang. Dengan ketentaraannya itulah kemudian Rasus memperoleh penghormatan dan penghargaan seluruh orang Dukuh Paruk, lebih-lebih sesudah berhasil menembak dua orang perampok yang berniat menjarah rumah Kartareja yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.
Beberapa hari singgah di Dukuh Paruk Rasus sempat menikmati kemanjaan dan keperempuanan Srintil sepenuhnya. Tapi itu semua tidak menggoyahkan tekadnya yang bundar untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Pada ketika fajar merekah, Rasus melangkah gagah tanpa berpamitan pada Srintil yang masih pulas tidurnya.
Kepergian Rasus tanpa pamit sangat mengejutkan dan menyadarkan Srintil bahwa ternyata tidak semua lelaki sanggup ditundukkan oleh seorang ronggeng. Setelah kejadian itu Srintil setiap hari tampak murung dan perilaku Srintil yang kemudian menjadikan keheranan orang-orang disekitarnya. Kebanyakan mereka tidak bahagia menyaksikan kemurungan Srintil, lantaran mereka tetap percaya ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk. Dalam kurun waktu tertentu, Srintil tetap bertahan tidak ingin menari sebagai ronggeng, bahkan bahagia mengasuh bayi Goder (anaknya Tampi, seorang tetangga) dengan gaya asuhan seorang ibu kandung.
Perlawanan atau pemogokan Srintil masih bertahan ketika tiba proposal menari dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian menyambut perayaan Agustusan. Kalau pun pada hasilnya runtuh dan pasrah, bukan semata-mata tergugah untuk kembali tampil menari sebagai seorang ronggeng, melainkan mendengar ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan. 
Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tak berhak melawan kekuasaan. Sama selaki ia tidak membayangkan akhir lebih jauh dari penampilannya di panggung perayaan Agustusan yang pada tahun 1964 sengaja dibentuk berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya.
Pemberontakan PKI kandas dalam sekejap dan karenanya orang-orang PKI atau mereka yang dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di kawasan mana pun ditangkapi dan di tahan. Nasib itu terjadi juga pada Srintil yang harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang jelas. Pada mulanya, terjadi paceklik di mana-mana sehingga menjadikan kesulitan ekonomi secara menyeluruh.
Pada waktu itu, orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami banyak sekali tanda-tanda zaman yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa paceklik yang berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah, lantaran amat jarang orang mengundangnya berpentas untuk suatu hajatan. Akan tetapi, tidak usang kemudian ronggeng Srintil sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri atau dipimpin tokoh Bakar. Walaupun Srintil tidak memahami makna rapat-rapat umum, pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang ia pahami hanyalah menari sebagai ronggeng atau melayani nafsu kelelakian. Tapi korelasi mereka tetap baik.
Hubungan mereka merenggang sesudah beberapa kali terjadi penjarahan padi yang dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sukarya merasa tersinggung dengan Bakar, lantaran Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki Secamenggala yang dikenal orang sebagai bromocorah. Karena hal itu Sakarya tetapkan korelasi dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-rapat umum, tetapi juga meminta pencabutan lambang partai. Akan tetapi, Bakar menanggapinya dengan perilaku bersahaja.
Dalam tempo singkat, Dukuh Paruk kembali ketradisinya yang sepi dan miskin. Akan tetapi, kedamaian itu hanya sebentar, lantaran mereka kemudian kembali bergabung dengan kelompok Bakar sesudah terkecoh oleh kerusakan cungkup makam Ki Secamenggala.
Sakarya mengira kerusakan itu ulah kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih ke kelompok lain sesudah menemukan sebuah caping bercat hijau di bersahabat pekuburan itu. Sayang, mereka tidak bisa membaca simbol itu. Dan Srintil pun semangat menari walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang sudah-sudah.
Ternyata penampilan yang berlebihan itu merupakan selesai perjalanan Srintil sebagai ronggeng. Mendadak pasar malam bubar tanpa klarifikasi apa pun dan banyak orang limbung, ketakutan, dan kebingungan, sehingga kehidupan terasa sepi dan mencekam. Berbagai kejadian menjadikan orang-orang Dukuh Paruk ketakutan, tetapi tidak mengetahui cara-cara penyelesaiannya. Yang terpikir ialah melakukan upacara selamatan dan menjaga kampung dengan ronda setiap saat.
Keesokan harinya orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang berniat meminta pertolongan polisi di Dawuan. Tapi ternyata impian berlindung kepada polisi itu berantakan, lantaran kepolisian dan tentara justru sudah menyimpan catatan nama Srintil yang terlanjur terkenal sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI.
Srintil pulang ke Dukuh Paruk sesudah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala cerita dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang wanita Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus.
Tanpa sepengetahuan Srintil, Nyai Kartareja menghubungi Marsusi. Akibatnya, Srintil mengumpat kebodohan neneknya dan menyesali nasibnya sebagai wanita yang terlanjur dikenal sebagai ronggeng. Untungah Srintil masih bisa mengelak perangkap Marsusi. Selepas dari perangkap Marsusi, Srintil kembali menerima tekanan dari lurah Pecikalan biar mematuhi kehendak Pak Bajus.Bajus hendak menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha menyayangi Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, lantaran Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek.
Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit absurd hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus. 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel