Sampar Albert Camus
Download Ebook Sampar Albert Camus
Cerita novel Sampar bisa dilihat sebagai perjuangan Albert Camus untuk menggambarkan suasana Perancis pada masa Nazi. Penyakit sampar menyerupai perang yang menyerang insan tanpa diketahui sebelumnya. Latar novel ini yaitu kota Oran. Kota Oran terjangkit penyakit sampar yang sangat andal dan memicu penyingkiran dan pengucilan. Tokoh berjulukan Bernard Rieux menjadi tokoh pencerita dalam Sampar. Dia yaitu seorang dokter. Wabah sampar menciptakan doketer tidak lagi menjadi penyembuh penyakit. Dokter hanya bisa mendiagnosa dan memutuskan pengucilan orang yang terjangkit sampar. Tokoh lain yang ada dalam novel ini dan menjadi lawan bicara Rieux yaitu Tarrou. Selain itu ada tokoh berjulukan Cottard yang mencerminkan tabiat egois dan licik. Namun tiga aksara utama dalam novel Sampar yaitu Pencerita, Kota dan Penyakit Sampar.[3] Pada dasarnya melalui novel Sampar ini Albert Camus ingin mengambarkan bahwa insan akan mengeluarkan protesnya dikala berhadapan dengan kondisi-kondisi absudnya.
Dalam novel Sampar, absurditas digambarkan dengan berjangkitnya wabah sampar yang melanda kota Oran. Tidak ada yang sanggup menjelaskan ketenangan kota Oran tiba-tiba terusik dengan berjangkitnya sampar. Tidak ada yang sanggup menerangkan pula lantaran penyakit sampar menjangkiti kota Oran. Penyakit sampar tiba secara mendadak dan menciptakan seluruh penduduk kota cemas. Akan tetapi, penduduk kota seakan tidak sanggup berbuat apa-apa dan hanya sanggup menerimanya saja. Permasalahan menjadi abstrak lantaran penyakit sampar bukanlah akhir dari suatu sebab. Apalagi penyakit ini pun membunuh belum dewasa yang tidak berdosa. Penderitaan yang ada di dunia ini semakin tidak bisa dimengerti dikala korbannya yaitu belum dewasa kecil yang tidak bersalah.
Albert Camus tidak memperlihatkan pengajaran sopan santun dalam novel Sampar. Dengan jalan seni Camus melepaskan diri dari informasi moral. Seni novel ini terutama terletak pada kemampuan Camus memberikan sesuatu yang abstrak dengan cara yang tidak absurd. Dalam novel ini Camus sebetulnya lebih mengutamakan seni daripada filsafat.