Baju Bulan - Joko Pinurbo

Download Ebook Baju Bulan - Joko Pinurbo


Joko  Pinurbo  mempunyai  tempat  tersendiri  dalam  hati pembaca  sastra  Indonesia  karena  cara  berpuisinya  yang unik.  Puisinya  tampak  sederhana,  namun  sarat  makna;  di sana-sini  mengandung  humor  dan  ironi  yang  menyentuh absurditas hidup sehari-hari.

Karya-karya  penyair  yang  dikenal  dengan  panggilan Jokpin  ini  menarik  perhatian  antara  lain  karena  banyak menyajikan renungan yang intens mengenai tubuh. Dalam puisi-puisinya badan bisa berubah menjadi menjadi banyak sekali meta- for yang mengatakan banyak sekali kemungkinan makna.
Seperti  tampak  kuat  dalam  buku  ini,  puisi  Jokpin juga  banyak  berkisah  mengenai  hubungan  manusia.  “Joko melihat  perilaku  manusia  melalui  hubungan  anak-ibu, anak-ayah,  anak-ibu-ayah.  Hubungan  itu  diangkat  tidak semata  dalam  konteks  psikologis  dan  hubungan  darah.  Ia memainkan  banyak  metafor  untuk  membolak-balik  contoh kekerabatan itu. ... Ia bisa mengolah sudut pandang anak dengan  permainan  waktu  yang  memikat.”  (Tempo,  Edisi 7-13 Januari 2013)
Rindu menyerupai sajak sederhana yang tak ada matinya. (2003)
Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: ingin hingga rumah dikala senja
supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela. (2004)
Dengan kata lain, kau tak akan pernah bisa membayar gurumu. (2004)
Menggigil yakni menghafal rute menuju ibukota tubuhmu. (2005)
Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kemiskinan kami. (2005)
Tubuhku kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri. (2006)
Kita yakni cinta yang berjihad melawan trauma. (2010)
Tuhan yang merdu, terimalah kicau burung dalam kepalaku. (2012)
Pada matanya saya melihat kerlap-kerlip cahaya lampu kota kecil
seperti bisikan hati yang lembut memanggil. (2012)

Buku ini berisi 60 puisi pilihan Joko Pinurbo (Jokpin) yang ditulisnya
dalam rentang waktu 1991-2012. Jokpin dikenal dengan cara berpuisinya
yang unik. Puisi nya tampak sederhana, namun sarat makna; di sana-sini
mengandung humor dan ironi yang menyentuh absurditas hidup sehari-
hari. Membaca puisi-puisinya yakni memasuki tamasya rohani yang
mengasyikkan dan sering mengejutkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel